My Blog List

Friday, June 6, 2014

I'm sorry for loving you [SHORT STORY]

Posted by Salsa at 8:12 PM
Haiii, ini gue post cerpen hehe ini gaje suerrr, gue lagi iseng aja sebenernya bikin cerpen ini, yah daripada basi(?) mending gua post disini hehe typo(s) bertebaran, sorry yah. Happy reading ^^

***



Entah berapa banyak buku yang berserakan di lantai kamar ku yang tidak terlalu besar ini. Mama-ku pasti akan sangat murka saat melihat kamarku ini yang sekarang sudah tidak terlihat seperti kamar tidur, melainkan kapal pecah. Aku bukanlah anak baik yang mempunyai inisiatif untuk membersihkan kamarnya, tidak sama sekali.
Aku mendesah putus asa saat melihat deretan rumus Matematika yang sampai saat ini belum ku pahami.Jujur saja, kalau bukan karena ujian yang sebentar lagi akan kuhadapi aku enggan sekali untuk menghafalkan rumus rumus yang panjangnya bisa setengah lembar. Aku sudah terlalu malas dan lelah berkutit dengan Matematika hari ini, waktu seperti ini lebih baik digunakan untuk tidur siang.
Aku memejamkan mata dengan tenangnya di kasur sambil memeluk guling kesayanganku. Tiba-tiba aku mendengar teriakan Mama “Yaampun Karin, ini kamar apa kapal pecah sih?” Aku tidak berkutik, masih memejamkan mataku rapat rapat. Aku merasakan Mama mengguncangkan tubuhku keras keras. Aku masih dalam posisi nyamanku. Ia lalu membalikkan tubuhku. “Gak usah pura-pura deh, udah cepet bangun!” Aku tidak bisa menahan untuk tidak senyum, aku lalu segera bangun dari tidur palsuku.
“Apaan sih Ma?”
“Beresin dong kamar kamu! Kamu kan anak gadis, masa males kayak gini? Mama dulu pas seumuran kamu rajin banget gak kayak kamu!”
“Iya entar Karin beresin, tenang aja” kataku sambil menguncir rambutku yang berantakan lalu bangkit dari tempat tidur.
“Mau ngapain?” tanya Mama sinis saat aku membuka pintu kamarku.
“Mandi”
“Beresin dulu”
“Nanti aja, Karin mau les, entar kalo telat gimana? Kemarin Karin telat sebentar aja diomelin”
“Sebentar apa, mulainya jam 4 kamu datengnya jam setengah 5. Gimana gak diomelin?” kata Mama sebal.
Aku langsung kabur ke kamar mandi, malas mendengar ocehan Mama. Lagipula wajar kan telat? Presiden saja bisa telat, apalagi aku. Seorang pelajar malas.

***

Aku melangkahkan kakiku lebar lebar saat memasuki gedung kursusku, aku mengambil kursus B.Inggris. Tempat kursusku cukup terkenal di Indonesia, bayarannya pun cukup mahal. Makanya Mama selalu mengomel jika aku tidak kursus, ‘sayang uangnya. Kalau bukan buat kamu, mending Mama beliin yang lain’ begitu selalu katanya. Dan aku hanya bisa mengiyakan jika Mama sudah mulai berbicara seperti itu yang ujung-ujungnya pasti bersangkutan dengan ancaman tidak boleh menonton TV.
Sudah kuduga, kelas sudah dimulai saat aku masuk. “Hi Karin, late again?” Aku tersenyum canggung lalu mengangguk “Sorry, Miss” Aku langsung duduk di tempat kesayanganku, di pojok dekat jendela. Aku senang duduk disitu karena saat pelajaran sudah mulai membosankan aku bisa melihat ke luar jendela, walaupun pemandangannya tidak indah. Hanya ada pangkalan ojek dan warung soto.  Tidak lama kemudian pintu terketuk dan terlihat seorang cowok yang masih mengenakan seragam sekolah. Dia kemudian menyalami Mrs.Lenny dan melirik ke arah kursi di sebelahku yang masih kosong. Dia juga telat tapi tidak ditegur oleh Mrs.Lenny, oh itu sungguh sebuah penghinaan untukku! Itu tidak adil! Hey, tunggu dulu. Aku baru pertama kali melihatnya, dia mungkin anak baru. Tapi kenapa Mrs.Lenny bersikap biasa saja dan tidak memperkenalkannya kepada kami?  Oh, yaampun itu sungguh tidak penting. Karin, berhentilah memikirkan hal hal yang tidak penting.
“Coba kalian kerjakan Unit ten, page eighty five” kata Mrs.Lenny sambil membolak balik buku modul. Aku segera mengeluarkan bukuku lalu membaca soalnya. Tidak terlalu sulit, saat aku ingin mengerjakan aku merasa ada yang kurang. Pulpen! Aku tidak membawa pulpen, oh yaampun aku lupa membawanya. Aku melirik cowok yang duduk di sebelahku, ia sedang mengerjakan latihannya dengan serius tapi aku melihat tempat pensil berwarna hitam di mejanya dan berniat untuk meminjam pulpen atau pensil. Dia membawa tempat pensil, itu berarti dia membawa pulpen atau pensil lebih. Aku berdehem “Sssstt” Aku mencolek lengannya, dia menengok sambil menatapku heran. “Pinjem pulpen dong” kataku memelas. Dia lalu mengambil sebuah pensil dari tempat pensilnya. Aku menaikkan sebelah alisku.
“Gue kan pinjemnya pulpen”
“Nggak ada, adanya pensil”
Aku mendengus lalu mengambil pensil yang sudah tumpul dari tangannya. Aku menatap pensil itu lekat lekat.Ujungnya sudah menghitam, jika aku menulis menggunakan ini pasti tulisanku akan berukuran dua kali lebih besar, terlalu buruk. “Woy, lu niat gak sih minjemin pensil? Masa pensil kayak gini lu pinjemin” kataku kesal.
“Tsh, lo mau gak? Kalo gak mau sini balikin! Udah dikasih pinjem juga. Sok banget” katanya membuatku naik darah.
“Yaelah pelit banget lo! Gue kan cuma mau pinjem pensil bukan pinjem duit” balasku seraya menatap matanya tajam
“Lah, lagian lo songong. Udah di kasih pinjem bukannya terimakasih malah protes segala” wajahnya terlihat sangat angkuh membuatku ingin menamparnya sekarang juga. Sabar Karin, sabar… Aku memilih untuk mengalah dan berusaha fokus kembali ke pelajaran. Lihat saja nanti Mr.Annoying.
“Finish? Look at conversation 3, Kevin as Steve, Karin as Volunteer” kata Mrs.Lenny sambil menatapku dan cowok di sebelah ku bergantian, lalu tersenyum. Oh, namanya Kevin. Namanya tidak sekeren orangnya, sungguh sangat disayangkan.
Dia mulai membaca bagian dialognya.Aku sampai terbengong bengong memperhatikannya, dia membacanya dengan aksen Amerika yang seperti di paksakan. Sungguh, aku tidak bisa menahan tawaku.Itu terdengar sangat aneh menurutku. Aku menutupi wajahku dengan buku, mencoba menyembunyikan tawaku yang sudah tidak bisa di tahan. Aku mengintip sedikit, dan melihat Raka –salah satu teman kursusku yang cukup ganteng-- yang tengah memerhatikanku dengan heran. Sepertinya dia menyadari bahwa sedari tadi aku cekikan dibalik buku. Aku menarik nafas dalam dalam agar bisa menghentikan tawaku ini, lalu aku merasakan lenganku disikut seseorang. Aku menoleh dan melihat sosok menyeramkan milik Kevin, si Mr.Annoying.Mau dia apa sih?
“Apaan sih?!” kataku ketus. Dia menatapku tajam lalu mendesah pelan.
“Giliran lu baca” katanya lalu pandangannya kembali pada buku. Oh, yaampun. Aku lupa bahwa aku yang kebagian membaca dialog bersamanya. Aku meringis saat Mrs.Lenny memandangku dengan pandangan habis kesabaran. “Sorry Miss” ucapku pelan. Aku kembali fokus ke buku dan kemudian bingung karena tidak tahu harus baca yang mana.
“Sst, sampe mana tadi?” bisikku ke Kevin. Ia menjawabnya dengan setengah hati, itu kentara sekali karena ia berbicara seperti anak balita berumur empat tahun. Tidak jelas apa yang di ucapkannya, aku benar benar tidak bisa menangkap apa yang di ucapkannya. Lalu aku mengulang pertanyaanku, kali ini dengan sedikit bentakan “Sampe mana?!”
“Karin? Kamu mau baca gak?” Aku meringis untuk kedua kalinya pada Mrs.Lenny, aku pasti sudah di cap buruk olehnya.

***
Menunggu di tempat kursus adalah hal yang paling membosankan, terlebih lagi tidak ada satupun orang yang bisa diajak bicara. Haruskah aku mengobrol dengan makhluk halus? Itu bukan ide yang bagus. Aku berharap pintu kelas akan terbuka sedetik kemudian dan akan muncul sesosok manusia.Aku bersumpah akan mengajak ngobrol orang itu sampai pulang.
‘Cklek’ Pintu terbuka!
Aku menyesali sumpahku tadi, sungguh. Sepertinya kali ini aku tidak akan melaksanakan sumpahku, karena orang yang membuka pintu bukanlah orang yang kuharapkan. Lagipula, aku tadi bukan sumpah pocong! Cuma sumpah bohongan.
Kevin masuk dengan wajah datar, ia mengenakan kaos biru dan jeans berawarna senada. Jika dilihat lihat, ia tidak terlalu buruk, yang paling kusuka adalah rambutnya. Ehm, itu terlihat cukup keren. Hanya perilakunya saja yang membuatku ingin menjedotkan kepalanya ke tembok.
Sudah beberapa minggu terakhir, setiap kali pertemuan, Kevin dan aku pasti selalu bertengkar, sebabnya macam macam. Hanya karena aku menghilangkan pulpennya yang pernah kupinjam, ia langsung mempermalukanku dengan mengusulkan hukuman berjoget di sesi games. Aku kalah dan harus berjoget di depan delapan pasang mata! Bayangkan! Betapa malunya aku! Aku tidak mau kalah dengannya, pertemuan berikutnya, aku menuangkan air di bangkunya. Saat orang orang ingin duduk di bangku itu, aku melarangnya dengan alasan bangkunya tidak enak dan sering mengeluarkan decitan saat digeser. Lalu, mereka akan dengan senang hati mencari bangku lain. Untungnya saat itu Kevin datang terlambat, dan bangku yang tersisa hanyalah bangku di depanku yang sudah kutuangi air. Aku melihat Kevin beberapa kali mengubah posisi duduknya, ia pasti tidak nyaman karena tempat duduknya basah. Dan saat dia bangun untuk mengerjakan soal, semua orang di kelas menertawakan Kevin yang ‘mengompol’. Aku tertawa paling keras menandakan aku sangat bangga dan senang bisa membalasnya dengan sama impasnya.
“Rin” terdengar suara Kevin di seberang, aku dan dia duduk berseberangan. Aku menaikkan alis. Tumben sekali dia memanggilku dengan sebutan nickname, biasanya kan dia memanggilku ‘orgil pasar’ Saat ditanya oleh Mrs.Lenny kenapa dia memanggilku dengan sebutan itu, ia bilang aku mirip seperti orang gila di pasar yang pernah mengganggunya.
“Lu kenapa sih?” tanyanya membuatku bingung. Aku kenapa? Memangnya aku kenapa? Aku baik-baik saja.
“Gue gakpapa, lu yang kenapa? Tiba-tiba nanya gue kenapa. Gue gakpapa, lu kali yang kenapa napa” kataku membuat dahinya mengkerut, mungkin dia bingung apa yang kukatakan. Aku pun begitu.
“Gue pengen damai ama lo.Gue gak sanggup dikerjain mulu sama lo” dia tertawa kecil.. Hah, dia menyerah. Sudah kuduga, aku lah yang jadi pemenangnya.
“Ya, gue tau lo bakal nyerah. Ha.. Ha..” aku tertawa keras. Dia tersenyum geli.
“Gue minta maaf ama lo, salah gue kayaknya banyak sama lo”
“Iya, emang salah lu banyak banget. Sampe gak keitung. Gue maafin, selow. Gue juga minta maaf” kataku sambil tersenyum
“Ha.. Ha.., bisa aja lo. Iya, sama sama ya”
Aku mengangguk angguk tanpa arti. “Eh lo kenapa mau minta maaf sama gue?”
“Kenapa ya…” dia terlihat berpikir. Sok ganteng, membuatku ingin menimpuknya dengan sepatu. “Abis, lu tuh kayaknya baik cuma tampangnya aja yang serem. Terus lu tuh kocak, apa adanya. Gue gak pernah nemu cewe kayak lo di sekolahan gue” ungkapnya membuatku bengong. Tidak percaya apa yang baru saja ia katakan. Jika hatiku ini adalah bom, mungkin 3 detik lagi akan meledak. Satu…. Dua… Tiga… Duarrrrr!
“Loh tuh beda Rin” katanya sambil menatapku, ia tersenyum malu malu membuatku ingin menggigit bajuku sekarang juga.
“Beda apanya? Gue makan nasi kok, sama kayak lo” ujarku sok polos.
Dia tertawa sambil memegangi perutnya “Lo tuh alien kali ya”
“Sialan! Ngajak tempur lagi lo?” Aku menggebrak meja yang menyatu dengan bangku ku.
Dia menggeleng kecil “Sorry sorry, gak mau deh ribut ama lo lagi! Kapok!”
Aku melipat tanganku di dada, dan memasang wajah angkuh. Told ya, he’s a poor baby.
“Eh Rin, lu punya pacar gak?" tanyanya membuat ku tertegun.

***
Aku cukup tahu diri untuk tidak terlalu berharap kepadanya, dan aku tidak ingin menanggapi kode bahwa dia menyukaiku selama ini. Tapi aku juga manusia, aku punya perasaan. Aku termasuk gadis yang peka terhadap perasaan orang lain. Aku selalu berpikir bahwa semua gombalan yang ia lontarkan selama ini hanyalah lelucon, dan aku hanya geer. Tapi, aku tidak bodoh. Aku bisa membedakan mana lelucon dan kode. Aku berusaha menahan perasaan ini, tapi aku sudah tidak bisa. Aku menyukainya.
Aku baru menyadari bahwa dia bukan cowok sembarangan, banyak gadis yang menginginkannya. Alisnya yang tebal dan senyumnya yang manis adalah hal yang paling menarik dari dirinya. Dia punya otak yang cerdas, gerak gerik yang menarik dan terlihat keren. Dia pandai berbicara, pandai bergaul, pandai dalam segala hal. Dan semenjak aku tahu dia adalah anak dari pemilik tempat kursus ku, aku mulai menjaga sikap kepadanya. Kalau tidak, bisa saja dia mengadu kepada orang tuanya dan bayaranku akan menjadi tiga kali lipat.
Sedangkan aku? Aku hanyalah gadis biasa, terlalu biasa. Tidak ada hal yang menarik dari diriku. Walaupun aku tidak jelek, aku juga tidak cantik. Pintar? Tidak. Bodoh? Tidak. Biasa saja. Jadi, apa yang bisa ku bandingkan dengan Kevin? Aku sama sekali tidak bisa di banggakan, Mama juga sering bilang begitu. Dan aku baru merasakannya sekarang. Tapi, guruku pernah bilang bahwa tidak ada manusia di bumi ini yang tidak memiliki kelebihan. Ya, semoga saja.
Jadi, aku berniat untuk menjaga jarak dengan Kevin. Aku tidak ingin terjebak. Kalau bisa, aku ingin hatiku tidak bisa menyukai orang lain selain jodohku nanti. Itu jauh lebih baik bukan? Daripada menyukai seseorang, mengorbankan segalanya demi orang itu, mencintainya sepenuh hati. Tetapi, dia bukan jodoh kita. Sia-sia saja kan?
“Rin, bareng gak?” tanya Kevin saat kami keluar kelas. Aku dan dia jadi sering pulang bersama semenjak permintaan maaf Kevin tiga minggu lalu. Aku ingin menolaknya kalau saja ia tidak menarik tanganku.
“Aduh, sorry vin. Kayaknya kita gak bareng dulu. Gue mau bareng Dimas” kataku sambil mendekati Dimas yang baru saja menaiki motornya. Dimas terlihat bingung, tapi segera langsung ku lingkarkan tanganku ke lengannya erat erat hingga dia sedikit meringis. “Iya vin, Karin bareng gue. Kemarin gue udah janji mau nganterin dia pulang gara gara gue kalah taruhan bola sama dia” ujar Dimas diiringi senyuman terpaksa.
Kevin menaikkan alisnya, dan wajahnya tiba tiba terlihat bete. “Tenang vin, gak akan gue apa-apain si Karin. Dia bukan tipe gue banget” kata Dimas membuatku kaget bukan main. Langsung saja kujenggut rambutnya gemas, dia meringis. Rasain! Lagian ngaco banget dia ngomongnya!
“Iya tau gue, anterin sampe rumah ya dengan selamat” kata Kevin lalu tersenyum kepadaku. Aku membalas senyumannya kikuk. “Ayo cepet naik! Mau bareng gak?” gerutu Dimas sambil memakai helm-nya. Dengan kesal aku naik ke motornya.
“Sorry gue ngerepotin lo Dim” kataku.
“Iya santai aja. Lagi kenapa lu gak bareng Kevin?”
“Ng, gue gak enak sama dia. Masak numpang terus”
“Ha..Ha.., ngapain gak enak sama dia? Dia justru dengan senang hati nganterin lu pulang sampe rumah setiap hari kalo bisa”
Aku terdiam, apa maksud Dimas? Kevin akan senang hati mengantarku sampai rumah setiap hari kalau ia bisa. Apakah dia benar benar menyukaiku? Ah, tidak mungkin! Dimas melihatku terdiam bingung dari kaca spionnya.
“Lu gak tau apa kalo Kevin suka sama lu?”
“Ng, nggak” jawabku seadanya membuat Dimas menggelengkan kepalanya sambil tertawa.
“Dasar Karin pele! Lu gak sadar apa selama ini lu dikodein sama dia?”
“Aduh gak tau deh. Ya, abis gue pikir dia kodein semua cewe kayak gitu”
“Ha..Ha.., iya emang si Kevin punya banyak temen cewek. Tapi, kalo dia suka sama satu cewek. Berarti cewek itu bener menarik perhatiannya. Kevin kalo suka sama sama cewek, dia serius banget loh Rin”
“Oh ya?”
“Iya, percaya sama gue. Dia suka banget sama lo. Cuma lo nya aja yang pea”

***
“Kevin, could you please sing a song?” pinta Mrs.Lenny saat waktu pulang tinggal kira kira lima menit lagi. Ya, Kevin adalah murid kesayangan Mrs.Lenny.
Kevin terlihat ragu tapi akhirnya dia mengangguk. Ia lalu maju ke depan dengan sangat percaya diri. “I will sing a song by John Legend, All Of Me” Dia tersenyum, lalu menatapku sebentar membuat perasaan ku tak karuan. Gara-gara perkataan Dimas kemarin, aku jadi makin menjauh dari Kevin. Entah kenapa.
“Cause all of me, loves all of you. Love your curves and all your edges, all your perfect imperfections. Give your all to me, I’ll give my all to you.  You’re my end and my beginning even when I lose I’m winning”
“Great, is the song dedicated for someone?”
“Yes, and that someone is here with us”
“Wow, really? Who is she?”
“Karin”
Sungguh, jika sekarang di tas ku ada bom. Aku akan meledakannya sekarang juga, karena aku tidak bisa menahan perasaan bahagiaku. Oh yaampun, ini terlalu mengejutkan untukku.Kevin mendekatiku lalu tersenyum. “Would you be mine?” bisiknya.
Entah mengapa, aku langsung mengangguk pelan. Ini gila. Dia gila. Aku lebih gila.

0 comments:

Post a Comment

 

Fly away with me☂ Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review

Hetalia: Axis Powers - Liechtenstein