___________________________________________________________________________
Azhar menutup buku setebal lima koma lima
sentimeter itu dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan. Dia menaruh bukunya
ke tempat semula lalu merebahkan diri di atas kasur empuk. Ia memandangi
langit-langit kamar, membayangkan dia mempunyai kemampuan untuk menyihir
triplek yang menutupi kamarnya menjadi langit sungguhan dengan bintang-bintang
dan bulan tersebar.
Dia beranjak dari kasurnya dan membuka lemari
pakaian, mencari-cari sesuatu di dalamnya. Sebuh tongkat yang dibentuk dengan
indah dipegang erat-erat oleh Azhar, dia lalu menggoyangkan tongkatnya ke arah
jam beker sambil bergumam pelan.
“Wingardium
Leviosa”
Jam beker itu melayang tepat di depan wajah
Azhar, menari-nari ke sana sini.Benda itu terus melayang seiring goyangan
tongkat di tangan Azhar. Terus melayang sampai kenyataan menampar Azhar
keras-keras sampai ia terbangun dari halusinasinya.
Tidak mungkin. Itu tidak akan pernah terjadi.
Azhar melempar tongkat sihir palsunya ke
kasur, ia duduk di bibir kasur dengan muram. Sekarang dia bingung. Dia tahu dia
sudah hampir gila—semua orang memang menganggapnya gila. Bagaimana tidak?
Meneriaki seseorang Crucio—mantra
kutukan penyiksa—bukanlah sesuatu yang masuk akal, bukan?
Bertemu J.K Rowling adalah hal yang paling
diinginkannya selama dua tahun terakhir ini. Dia ingin bilang kepada Rowling
bahwa ia mempercayai dunia yang telah dibuat dengan sangat apik oleh Rowling.
Azhar ingin sekali bilang bahwa ia ingin sekali tinggal di Hogwarts dan
menjalankan aktivitasnya sebagai seorang penyihir dibandingkan menjadi seorang
siswa SMP kelas tiga cemen.
Tidak bisakah ia menjadi seorang Harry
Potter? Dia sering berandai mendapat surat dari seekor burung hantu bahwa ia
akan menjadi murid di Hogwarts. Ia tahu itu tidak akan pernah terjadi—sekali
lagi, tetapi misalkan itu terjadi ia bersumpah akan mengutuk anak-anak di
sekolahnya dengan mantra kematian.
“Zar, kamu gak makan malem?” terdengar suara
Ibunya diluar pintu, diiringi ketukan pelan. Azhar melihat ke arah jam dinding,
sudah pukul delapan malam. Entah berapa jam yang ia habiskan untuk membaca buku
seri terakhir dari Harry Potter.
“Iya, ma” ujar Azhar setengah berteriak, ia
lalu mengembalikan tongkat sihir palsunya ke dalam lemari.
Azhar memutar kenop pintu kamarnya, terkunci.
Ia baru ingat bahwa ia suka mengunci pintu setiap kali masuk kamar. Terlintas
di pikirannya membuka pintu dengan hanya mengucapkan Alohomora—mantra pembuka pintu yang terkunci—namun lagi-lagi
kenyataan menamparnya. Dia menghembuskan nafas pelan, memutar kunci di lubang
pintu, lalu menghampiri meja makan yang sudah penuh.
***
“Coy, buatin gua ramuan cinta dong. Bisa,
gak?”
Azhar sudah terbiasa dengan sambutan dari
teman-teman sekelasnya di pagi hari seperti itu. Ia sebenarnya ingin sekali
tertawa setiap kali teman-temannya berkata begitu untuk memberitahu kepada
mereka bahwa itu sangatlah lucu walaupun sebenarnya tidak untuknya. Tetapi,
lebih baik tertawa bersama-sama, bukan?
Azhar duduk dengan tenang di bangkunya sampai
gumpalan kertas mengenai pipinya. Gumpalan kertas itu jatuh tepat di atas buku
paket Sejarah yang sedang di bacanya. Dia mengambil gumpalan kertas itu dan
membukanya. Sedikit kaget tetapi biasa saja, mungkin itulah yang bisa
mendeskripsikan raut wajahnya saat itu.
‘Go back to reality’ ditulis acak-acakan
oleh tangan malas. Untung saja Azhar pandai membaca segala jenis tulisan jadi
ia masih mengerti apa yang ditulis oleh Kodir—Azhar sudah hafal tulisan tangan
itu, Kodir sering di panggil oleh guru untuk mengerjakan soal. Kodir pastilah
tidak bisa mengerjakan karena ia mengobrol di belakang, jadilah jawaban
asal-asalan dengan tulisan asal-asalan juga.
“Jarr, udeh
jangan ngayal mulu lo! Mending lo bersihin tuh ingus lo, terus cari pacar!”
seru anak laki-laki botak dengan hidung besar yang kembang kempis. Anak itu
menghirup udara dalam-dalam supaya cairan di hidungnya tidak menetes ke es yang
ia pegang.
Azhar menengok
sebantar ke anak botak dengan tatapan tak perduli. Ya,siapa juga yang ia
memperdulikan omongan seorang anak botak berhidung besar dengan volume otak di
bawah 1000 cc. Sejujurnya, ia merasa lebih normal dibanding semua anak di
kelasnya.
“Jaar, lo bisa
nyihir kecebong jadi katak gak?” tanya si anak berambut hitam klimis, rambutnya
mirip sekali dengan Malfoy—musuh Harry yang berambut pirang klimis—
“Gobl**k! Gausah
disihir juga bisa jadi kodok” ujar Kodir, hidungnya melebar saat ia tertawa dan
disusul oleh tawa lainnya.
Azhar diam saja,
berusaha fokus lagi ke masa colonial Eropa di Indonesia.Betul kan, yang
sebenarnya aneh adalah mereka bukan dirinya. Mereka Idiot.
“Jar, Harpot itu
payah. Jangan kebanyakan ngayal cuma karena cerita kayak gitu” ujar Dodi, si
ketua kelas.
“Iya, emang siapa
sih tuh yang buat?”
“Itu si, Jaka
Roling”
“Oh, nenek-nenek
itu y—“
Azhar merasakan
telinganya memerah, panas sekali mendengar mereka berkata seperti itu. Mereka
tidak tahu bahwa yang menjadi temannya selama ini hanyalah J.K Rowling dan
buku-bukunya. Mereka tidak tahu apa-apa. Mereka
benar-benar menyebalkan.
Mungkin Azhar
setengah sadar melakukan ini, mengeluarkan tongkat sihir palsunya dari tas dan
mengacungkan tongkat itu ke depan. Ia berteriak sekuat tenaga, benar-benar
berharap mereka akan terpental ke belakang.
“Stupefy”
***
Suara ketikan
keyboard menggema di ruangan ber cat hijau, sang pemilik ruangan tengah asyik
tengkurap di depan laptop. Wajahnya terpaku dengan serius pada layar laptop,
dahinya beberapa kali mengernyit. Setelah beberapa menit dahinya terus
mengernyit di depan layar laptop, senyuman kini mengembang dengan sempurna di
bibirnya.
“Gila, gua gak
percaya!” Azhar berteriak dan berwoho-woho ria. Ia lalu tertawa terbahak-bahak,
tetapi bukan karena hal yang amat lucu namun karena hal yangh sangat
membahagiakan.
One message from jke***erowling@*mail.com
Azhar
menggerakkan kursornya, menggesek-gesekkan jari tengahnya untuk mengklik open
pada pesan di e-mailnya. Hatinya kini meletup-letup gembira. J.K Rowling
membalas pesannya! Ia tidak bisa percaya, idola yang amat dibangga-banggakannya
membalas pesannya!
______________________________________________________________________
Halo, Mrs.
Rowling! Namaku Azhar, aku dari Indonesia. Kurasa aku adalah penggemar
terberatmu! Kau tak percaya? Baiklah, aku akan menceritakan segalanya tentangku
padamu. Aku sangat menyukai cerita Harry Pottermu! Kau tahu, itu adalah cerita
novel seri terkeren yang pernah kubaca! Aku selalu berharap bisa melakukan
semua mantra itu (Aku hafal semua mantranya, hebat, ‘kan?), namun sangat
menyedihkan bahwa aku tidak akan pernah berhasil melakukannya. Teman-temanku
tidak pernah menyukai kegilaanku terhadap Harry Potter, mereka selalu mencemoohku
karena mereka berpikir itu hanyalah sebuah cerita fiksi! Tapi tidak untukku.
Ceritamu lebih dari sebuah cerita fiksi, karakter-karakter dalam buku itu
adalah temanku. Kau mungkin tidak ingin mendengar ini, tapi aku lebih baik
hidup dalam dunia fiksi yang indah dan menyenangkan daripada hidup di dunia
nyata yang berat. Aku benar-benar berterimakasih padamu karena telah
menciptakan ‘teman’ untuk orang-orang, untukku. Semoga kau sukses selalu,
PS : Kirimi aku
surat Hogwarts kapan-kapan, oke?
______________________________________________________________________
Halo, Azhar! Indonesia? Ah ya, aku pernah mendengar
Negara itu! Bali, pantai yang indah itu, ‘kan? Wow, oke aku mencoba
mempercayaimu! Azhar, banyak orang yang bilang padaku bahwa mereka ingin
melakukan segala hal yang ada di dunia Harry Potter. Seandainya aku bisa
menciptakan dunia itu menjadi nyata, sungguh aku ingin sekali! Tetapi, kau tahu
Azhar. Kita memang sangat membutuhkan imajinasi untuk menjalani hidup keras
ini..Imajinasi memungkinkan kita untuk berempati dengan manusia melalui
pengalaman yang tidak pernah kita bagi.Tapi mungkin akan lebih indah jika kau
juga memberi kesempatan realita untuk membuatmu bertahan hidup. Percayalah,
Hogwarts akan selalu menyambutmu sebagai tuan rumah.Dan, jika teman-temanmu
mengejekmu, kau bisa mencetak surat ini dan memberikannya pada mereka. Katakan
pada mereka kalau aku akan menciptakan mantra kutukan baru untuk mereka.
Terimakasih kembali, semoga bahagia selalu menyertaimu!
Tinta bulu pena ku habis, mungkin aku akan menyuruh Harry
untuk menuliskannya untukmu!
Salam,
Joanne
Rowling
0 comments:
Post a Comment